Masih Jadi PR, Angka Kematian Ibu Kabupaten Tegal 74,25 Per 1.000 Kelahiran Hidup

Radarcbs.com - Angka Kematian Ibu (AKI) di Kabupaten Tegal masih menjadi pekerjaan rumah (PR) serius Dinas Kesehatan (Dinkes). Pada 2024, AKI di Kabupaten Tegal berada di angka 74,25 per 100.000 kelahiran hidup dengan jumlah 15 kasus.
Artinya, Angka Kematian Ibu di Kabupaten Tegal masih diatas target yang ditetapkan dalam RPJMN, yakni 60 per 100.000 kelahiran hidup.
Karena itu, Dinkes Kabupaten Tegal terus berupaya menekan Angka Kematian Ibu.
Salah satunya dengan menggembleng tenaga kasehatan melalui kegitan seminar bertema “Tata Kelola Penyebab Utama Kematian Ibu Akibat Komplikasi Obstetri dan Kardiopulmoner: Pencegahan, Deteksi Dini, dan Penanganan Terpadu”.
Seminar yang berlangsung di Gedung Syailendra Hotel Grand Dian, Slawi, ini digelar Dinkes bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Tegal dan RSUD dr Soeselo Slawi.
Kepala Dinkes Kabupaten Tegal, dr Ruszaeni mengungkapkan, kasus kematian ibu di Kabupaten Tegal sebagian besar terjadi pada masa nifas (80 persen).
Penyebab utamanya, sambung Ruszaeni, perdarahan (40 persen), pre-eklampsia (26,6 persen), komplikasi non obstetri seperti penyakit jantung (20 persen), dan emboli air ketuban (13,3 persen).
“Sebagian besar kematian sebenarnya bisa dicegah dengan deteksi dini dan penanganan cepat. Karena itu, seminar ini kami gelar untuk meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan dalam menghadapi kasus kegawatdaruratan pada ibu hamil dan bersalin,” tegasnya.
Seminar ini, menghadirkan sejumlah narasumber, diantaranya dr Alamsyah Aziz SpOG SubspKFm, dr Erdiansyah Zulyadaini SpJP, dr Mohamad Irpan SpP (P) FISR, serta Ketua IDI Kabupaten Tegal dr Mohamad Sofwan Arifi.
Pesertanya dokter spesialis obgyn, dokter umum, bidan, hingga tenaga kesehatan dari 11 rumah sakit dan puskesmas di Kabupaten Tegal, dengan total 150 orang.
Melalui seminar ini, para tenaga medis diharapkan mampu memahami faktor risiko dan meningkatkan keterampilan deteksi dini.
Selain itu, memperbarui wawasan mengenai pedoman terbaru, serta memperkuat koordinasi lintas profesi dalam penanganan kasus maternal berisiko tinggi.
Hasil analisa Dinkes, juga menunjukkan bahwa kematian ibu banyak dialami kelompok usia produktif 20-35 tahun. Bahkan lebih dari separuh kasus meninggal hanya dalam kurun waktu 1-2 hari perawatan di rumah sakit.
“Harapannya, angka keterlambatan rujukan bisa ditekan, koordinasi lebih solid, dan keselamatan ibu serta bayi semakin terjamin,” ujar Ruszaeni.
Kepala Bidang UKM dan UKP Dinkes Kabupaten Tegal, dr Sarmanah Adi Muraeny menambahkan, salah satu tantangan di lapangan adalah keterlambatan diagnosis dan koordinasi lintas disiplin.
“Pre-eklampsia, emboli air ketuban, penyakit jantung, hingga oedema pulmonum bisa berkembang cepat menjadi gawat darurat. Jika tenaga kesehatan terlambat mengenali tanda-tanda awal, nyawa ibu dan bayi bisa terancam. Itu sebabnya peningkatan keterampilan deteksi dini sangat penting,” ujarnya. (*)