Advertisement

Istimewanya Pasar Slumpring Desa Cempaka Tegal, Harmoni Kehidupan Desa di Kaki Gunung Slamet

Sabtu, 11 Oktober 2025 12:00 WIB
Istimewanya Pasar Slumpring Desa Cempaka Tegal, Harmoni Kehidupan Desa di Kaki Gunung Slamet
ASRI - Suasana Pasar Slumpring di Desa Cempaka, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal tampak asri dan damai. - source: Yeri Noveli/Radar Tegal Grup
Advertisement

KABUPATEN TEGAL, radarcbs.com - Pasar Slumpring Desa Cempaka Kabupaten Tegal memiliki keistimewan sendiri dibanding pasar-pasar tradisional lain.

Berada di lereng Gunung Slamet, Pasar Slumpring Desa Cempaka, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal, merupakan cermin ruang hidup yang sederhana namun sarat makna.

Pasar Slumpring Tegal, merupakan pasar kuliner tradisional yang tak hanya menjual makanan, tetapi juga menjajakan kehangatan, kebersamaan, dan harapan warga desa.

Setiap akhir pekan dan hari libur, kawasan ini berubah menjadi panggung rakyat.

Aroma nasi megono, getuk, dan wedang uwuh berpadu dengan tawa anak-anak yang bermain egrang, deru sepeda air di Tuk Mudal, serta alunan musik dari panggung bambu sederhana. Semua berpadu menjadi harmoni kehidupan desa yang menenangkan.

Pasar Slumpring lahir dari gagasan Abdul Khayyi, mantan Kepala Desa Cempaka. Ia melihat potensi wisata bukan sekadar tempat berlibur, tapi gerakan ekonomi mandiri yang menghidupkan masyarakatnya.

“Yang boleh berjualan di sini hanya warga desa. Itu sudah menjadi syarat utama sejak awal pasar ini digagas,” tutur Khayyi, Jumat 10 Oktober 2025.

Kini, sekitar 60 pedagang aktif berjualan di pasar ini. Targetnya, kata Khayyi, bisa mencapai 100 hingga 300 pedagang tanpa kehilangan nilai-nilai lokal yang menjadi ruhnya.

Tak ada makanan instan di sini. Semua olahan lahir dari dapur rumah warga. Nasi megono, getuk, jajan pasar, hingga wedang uwuh yang menenangkan, seperti menyantap kenangan masa kecil yang jujur dan bersahaja.

Yang menarik, sistem jual-belinya pun unik. Pengunjung tidak membayar langsung dengan uang, melainkan menggunakan koin bambu senilai Rp2.000 hingga Rp2.500 per koin.

“Koin ini bukan sekadar alat tukar, tapi bagian dari pengalaman budaya,” jelas Khayyi.

Harga tiket masuk pun sangat terjangkau, hanya Rp5.000, dengan biaya parkir motor Rp5.000 dan mobil Rp10.000.

Jam operasionalnya dibatasi hingga pukul 11.00 WIB, agar aktivitas wisata tak mengganggu ritme hidup warga desa.

“Kami ingin wisata berjalan selaras dengan keseharian masyarakat dan kelestarian lingkungan,” ujarnya.

Namun, di balik keindahan suasananya, tantangan tetap ada. Fasilitas parkir masih terbatas, dan sempitnya lahan membuat pengunjung kadang harus memarkir kendaraan di area seadanya. Karena itu, Khayyi berharap pemerintah daerah lebih aktif mendampingi.

“Kalau desa diberi ruang dan kepercayaan, kami bisa berdiri di kaki sendiri,” ungkapnya penuh keyakinan.

Harapan itu bukan isapan jempol. Delapan tahun sejak dibuka pada akhir 2016, Pasar Slumpring membuktikan bahwa desa bisa menjadi pusat kreativitas, ekonomi, dan pelestarian budaya.

Dari tangan-tangan ibu yang meracik cita rasa, dari keringat warga yang menjaga alam, tumbuh sebuah gerakan kecil yang membawa dampak besar.

Di tengah arus modernisasi yang sering kali mengikis akar tradisi, Pasar Slumpring Desa Cempaka Kabupaten Tegal hadir sebagai penyeimbang. Mengajarkan bahwa kekuatan bangsa ini tumbuh dari desa, dari keramahan, dari kesederhanaan, dan dari cinta yang tulus pada tanah sendiri. (*)

Advertisement
Editor: Adi Mulyadi
Tags:
Pasar Slumpring Kabupaten Tegal Desa Cempaka
Share: