5 Kapal Nelayan Tegal Ditangkap Petugas, Ini Indikasi Pelanggarannya

KOTA TEGAL, radarcbs.com - Dalam dua bulan terakhir ini, tercatat 5 kapal nelayan Kota Tegal ditangkap petugas keamanan. Kapal-kapal nelayan itu, beroperasi wilayah Laut Natuna dan Selat Karimata.
Hal ini dikemukakan Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Tegal Eko Susanto kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tegal Kusnendro dalam Forum Diskusi yang diadakan di Komplek Gedung Parlemen, Kamis, 9 Oktober 2025.
Menurut Eko, adanya 5 kapal nelayan Kota Tegal yang ditangkap petugas tersebut membuat resah kalangan nelayan.
“Teman-teman nelayan resah, baik yang ada di darat maupun di laut,” kata Eko.
Eko menegaskan, menurut versi nelayan, indikasi pelanggaran tersebut karena miskomunikasi. Mereka merasa tidak melanggar, namun menurut pengawas, terjadi pelanggaran.
HNSI Kota Tegal sudah meminta apabila terdapat indikasi pelanggaran yang dilakukan kapal nelayan, agar diberitahukan kepada pemilik kapal, tidak perlu digiring ke daratan.
“Kemudian koordinasi dengan pengawas di sini. Apabila ada denda, ya bayar denda. Itu saja,” kata Eko.
HNSI Kota Tegal memandang perlunya sinkronisasi dalam memahami batasan zona tangkap.
Sebelumnya, nelayan juga telah menyampaikan aspirasi kepada Pemerintah agar merevisi skema pembagian zona tangkap. Sehingga, kapal nelayan berkuran seratus tonase kotor lebih bisa melintas di zona tangkap terdekat.
Menurut Eko, Forum Diskusi ini diadakan untuk penyamaan persepsi antara nelayan dan pengawas.
“Keinginan kami, nelayan tidak ingin melanggar. Namun, membutuhkan satu pemahaman yang sama,” sebut Eko.
Kepala Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Cilacap Dwi Santoso Wibowo mengungkapkan, PSDKP memiliki kewenangan memastikan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan dapat dilaksanakan dengan baik.
Sampai detik ini pelanggaran pelaksanaan kegiatan penangkapan ikan yang tidak sesuai perizinan berusahanya memang masih terjadi, meski tingkat kepatuhannya sudah cukup tinggi.
Stasiun PSDKP Cilacap mencatat, dalam kurun waktu 2022-2024 terdapat 1.373 indikasi pelanggaran yang dilakukan kapal nelayan Kota Tegal dan sudah diputihkan. Per 2025 ini, terdapat 507 pelanggaran.
“Pelanggaran tersebut kami analisa dan evaluasi untuk ditindaklanjuti mekanisme pengenaan sanksi administrasi secara berjenjang,” ucap Dwi yang juga menghadiri Forum Diskusi tersebut.
Terkait penindakan yang dilakukan, Stasiun PSDKP Cilacap mengaku sudah sesuai prosedur dan regulasi, mulai dari Undang-Undang Perikanan, Peraturan Pemerintah, hingga Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan.
Setiap kapal memiliki izin penangkapan ikan dengan batasan zona tangkap yang telah ditentukan. Ketika terdapat kapal nelayan yang diindikasikan melanggar, maka dianggap pelanggaran.
Dari Forum Diskusi ini, Dwi menyampaikan, pihaknya menangkap aspirasi nelayan Kota Tegal yang menginginkan agar zona tangkap diperluas. Dia menegaskan sampai saat ini kapal nelayan Kota Tegal masih bisa beroperasi, kendati dibatasi untuk menghindari konflik dengan nelayan lainnya.
“Hal yang menjadi keluhan nelayan akan kami mitigasi agar jangan sampai ada miskomunikasi,” sebut Dwi.
Menanggapi itu, Ketua DPRD Kota Tegal Kusnendro menegaskan, jika terus berlarut, kondisi seperti ini bisa memberatkan nelayan Kota Tegal.
Ketika kapal ditangkap, mereka rugi secara ekonomi dan masih diharuskan membayar denda.
Jika dibiarkan, dua pihak akan dirugikan, yaitu nelayan dan negara. Sebab, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari hasil tangkapan otomatis akan berkurang.
Apabila tuntutan nelayan agar satu kapal bisa memiliki dua zona tangkap bisa dipenuhi, Kusnendro memandang, pelanggaran dapat ditekan dan nelayan bisa bekerja dengan tenang.
Selain itu, Kusendro meminta proses penangkapan kapal nelayan yang terindikasi melakukan pelanggaran lebih humanis.
“Jangan dilakukan malam hari saat nelayan sedang istirahat. Harus ada pendekatan yang lebih manusiawi,” ucap Kusnendro.
Dengan sistem dua zona tangkap dan pendekatan humanis, Kusnendro optimistis akan tercipta simbiosis mutualisme.
“Negara untung dari PNBP, nelayan pun nyaman bekerja,” sebut Kusnendro. (*)